LEMBAGA WAKAF MUHAMMADIYAH PROVINSI JABAR SESALKAN PENGGUSURAN PANTI ASUHAN OLEH PN BANDUNG
PENGADILAN Negeri (PN) Kelas IA Bandung telah melakukan eksekusi terhadap Panti Asuhan Muhammadiyah di dekat kantor PN Bandung yang berlokasi di Jalan Mataram No. 1 Kota Bandung. Padahal, menurut Dr Fakhurrazi SH MKn, bangunan Panti Asuhan Muhammadiyah itu merupakan hibah wasiat dari Almarhum Prof DR Salim Rasyidi, Guru Besar Universitas Islam Bandung, yang dituangkan dalam Akta Notaris yang disaksikan para tokoh Prof Dr KH Miftah Farid, Dr KH Rusyad Nurdin (Alm), Dr Rahman Maas, serta KH Mufti Nurdin SH (Alm).
Menurut Riazal Fadilah SH selaku kuasa hukum dan pengurus Muhammadiyah Provinsi Jawa Barat, kasus ini telah dilaporkan ke Direktorat Reskrim Polda Jabar atas pemalsuan surat-surat yang dilakukan keluarga Alm Salim Rasyidi. Delik yang dilaporkan : “Menyuruh memasukkan keterangan palsu pada akta autentik” sebagaimana diatur dalam pasal 264 ayat 1 KUHP. “Sekarang sedang tahap penyidikan pihak Direskrim Polda Jabar”.
Diduga pihak keluarga Dr Salim Rasyidi memainkan hukum sehingga PN Bandung dengan mudah melakukan pengosongan Panti Asuhan Muhammadiyah. Akan tetapi salah satu pengurus Muhammadiyah selaku Dewan Pembina Lembaga Bantuan Pengabdi dan Administrasi Hukum Indonesia (LBPAHI) bersama Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Bandung dan Angkatan Muda Muhammadiyah akan melakukan aksi di lapangan sambil mengajukan verzet atas penetapan eksekusi PN Bandung, di mana penetapan tersebut seharusnya tidak bisa dilaksanakan karena mengandung kecacatan hukum sebagaimana dilaporkan di Polda Jabar. Seharusnya menunggu perlawanan dan putusan pidananya lebih dulu dikarenakan pemohon eksekusi, Mira Widyantini, mengaku dapat beli dari Prof Salim Rasyidi di mana akta jual beli dan sertifikatnya hilang. Padahal tidak hilang karena sertifikat asli dari BPN ada di tangan Muhammadiyah yang asalnya adalah akta wakaf dari Kantor Urusan Agama Depag Kota Bandung. Dan Prof Salim disebutkan tidak memiliki istri. Padahal dengan nyata dan bukti yang kuat mempunyai istri. Sehingga terjadinya pengalihan hak dengan Mira Widyantini atas dasar kebohongan dan merupakan perbuatan melawan hukum.
Yang menjadi ganjil, proses hukumnya yang sangat panjang sejak tingkat pertama di PN Bandung, di Pengadilan Tinggi (PT) Bandung serta kasasi di tingkat Mahkamah Agung (MA) pihak Muhammadiyah yang menang perkaranya, tapi tahu-tahu Mira Widyantini mengajukan peninjauan kembali (PK) tanpa bukti baru (novum) dan dikabulkan. Atas dasar itulah perlawanan hukum masih dilakukan oleh pihak Muhammadiyah, baik perkara perdata maupun perkara pidana yaitu pemaksaan eksekusi yang menggusur anak-anak panti asuhan jelas tidak mencerminkan landasan kebenaran dan keadilan. Aroma mafia peradilan pun tercium dengan keras tetapi sulit dibuktikan. Karenanya hanya dengan perlawanan hukum, moral dan keagamaan yang bisa dilakukan.
Perlu diketahui bahwa Mira Widyantini adalah puteri mantan Ketua Mahkamah Agung dan suaminya adalah mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bandung tentu hal ini patut diduga masih berperan memainkan hukum. Menurut M Rizal Fadllah, Muhammadiyah hanya melawan atas dasar da’wah amar maruf nahi munkar, di mana penegakan hukum untuk mendidik para kader agar menjadi pembela keadilan dan berani melawan kedzaliman.
Sedangkan menurut Fakhurrazi, kejadian ini merupakan cermin bagi kita di lingkungan Muhammadiyah harus tertib administrasi dalam proses pembuatan akta wakaf sampai sertifikat hak milik untuk mencegah terjadinya sengketa di kemudian hari. (F.486)