LJM PERJUANGKAN NASIB PEDAGANG LAMA DI PASAR ANOM BARU SUMENEP
LJM (Lembaga Yustitia Madura) adalah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang didirikan oleh sekelompok orang dan secara sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat umum, tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. LJM dikomandani oleh Imam Hidayat SH MH MBL (pengacara senior) dan beranggotakan lebih dari 40 orang, terdiri dari pengurus dan anggota. Diadakan pertemuan berkala bergiliran setiap bulan. LSM merupakan pengembangan dari sebuah organisasi di luar pemerintah, di luar birokrasi, atau dapat diartikan LSM merupakan semua organisasi yang tidak terikat dengan pemerintah dan birokrasi.
Fungsi LSM di Indonesia adalah sebuah pengembangan dari sebuah organisasi yang dapat menampung, memproses, mengelola dan melaksanakan semua aspirasi masyarakat di segala bidang, terutama pada bagian bidang yang kerap kali kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah .
Tujuan LSM adalah membantu kinerja pemerintah, bahkan justru ikut mengawasi jalannya pemerintahan agar tidak menjadi penyebab dari terjadinya penyalahgunaan kewenangan, di antaranya kekuasaan yang tidak dapat dikendalikan; pandangan salah tentang wewenang yang diembannya; lemahnya penegakan hukum terhadap perilaku penyalahgunaan wewenang; kebijakan publik hanya dilihat sebagai suatu kesalahan prosedural; moral dan mental yang lemah dan lain sebagainya.
Kunjungan Wartawan Majalah FAKTA, H Amin Djakfar dengan Zainal Arifin, menjumpai Imam Hidayat (Ketum LJM), di kala ditanyakan nasib para pedagang lama (dampak kebakaran tahun 2007) di Pasar Anom Sumenep, Madura, Jawa Timur, mengatakan bahwa pembuatan Surat Pernyataan yang dibarengi Surat Kuasa disampaikan oleh sepuluh pedagang sandal dan perkakas dapur kepada LJM, disertai dengan ungkapan-ungkapan dari H Purnomo Subagio (Kepala UPT Pasar Anom Baru) yang sangat memprihatinkan dan dinilai tidak manusiawi.
“Sungguh mengharukan, setelah bertahun-tahun berjualan dengan tenang, dan disebabkan modalnya kecil sehingga penghasilan mereka jadi pas-pasan, hanya cukup untuk menghidupi keluarga saja. Namun tiba-tiba oleh H Pur mereka diminta untuk membongkar kiosnya, jika tidak dibongkar akan dibego atau dibongkar paksa. Kami tidak tahu bagaimana nasib mereka, yang sudah lebih empat bulan tidak bekerja akibat penindasan yang tidak manusiawi tersebut ? Kami telah menyampaikan surat kepada Bupati, Inspektorat dan Ketua DPRD Kabupaten, tembusannya kami kirimkan kepada Gubenur, Irwilprop dan Ketua DPRD Provinsi Jatim. Di antara isinya berupa Surat Pernyataan dari sepuluh pedagang sandal. Kalau diperhatikan serta diteliti, kiranya tidaklah pantas sebagai seorang pejabat H Pur tetap bercokol di Pasar Anom Baru Kecamatan Kota Sumenep,’’ ungkap Imam geram.
FAKTA menjumpai Moh Amin di Desa Pandian. Sebagai salah seorang korban (dampak kebakaran tahun 2007), Moh Amin mengatakan bahwa untuk menghidupi keluarga, istrinya bejualan rujak lontong di rumah, sambil memajang sandal dagangannya. “Yang kami pikirkan anak kami dua, kesatu SMA kelas 1 (laki-laki), anak kedua masih SD kelas 5 (perempuan). Jika ada beberapa sandal yang laku, kami segera belikan beras dengan lauk-pauk berupa ikan seadanya, yang penting anak kami tidak sampai kelaparan. Kalaupun sandal kami tidak laku, kami jual barang yang bisa dijual. Semoga kami tabah menghadapi cobaan dari Allah SWT ini. Kami yakin seyakin-yakinnya bahwa Allah SWT Maha Mendengar dan Maha Melihat,’’ desah Amin.
Penelusuran lebih lanjut FAKTA menemui Hartatik di Kelurahan Karangduak. Janda beranak satu yang juga jadi korban dampak kebakaran tahun 2007 ini bergumam,”Untuk menghidupi diri, kami terpaksa mengambil pekerjaan bungkus dos jajan undangan pengantin, dari pagi kadang-kadang sampai jam dua belas malam, karena kebetulan tetangga kami sebagai pengusaha mantenan’’. (F.787/F.796)