Pemdes Banyubiru Selenggarakan Upacara Adat Gumbrekan Maheso Dan Karnaval Kerbau Menghipnotis Ribuan Wisatawan
PEMERINTAH Desa (Pemdes) Banyubiru, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur, menyelenggarakan Upacara Adat Gumbrekan Maheso yang pertama tahun 2018 pada hari Rabu Pon (5/9/2018), didukung sepenuhnya oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ngawi. Acara ini sangat menghipnotis ribuan wisatawan domestik dan mancanegara yang menyaksikannya. Dan dihadiri pula oleh Bupati Ngawi, Ir H Budi Sulistyono, Wakil Bupati Ngawi, Ony Anwar ST MH, ADM Pehutani KPH Ngawi, Ir Heru Dwi Kunarwanto, bersama BKPH Perhutani Walikukun dan RPH Perhutani Banyubiru, Kepala Dinas PMD Ngawi, Kabul Tunggul Winarno SIP, Plt Kepala Disparpora Ngawi, Drs Mahmud Rosadi, Camat Widodaren, Kapolsek Widodaren, Danramil Widodaren dan 12 Kepala Desa se-Kecamatan Widodaren. Acara ini juga diramaikan pertunjukan Reog dan Pameran Kerajinan Masyarakat Desa Banyubiru.
Seperti dijelaskan Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Barokah Desa Banyubiru, Agus Priyanto, bahwa berinovasi dari kekayaan dan potensi yang ada di Desa Banyubiru, Pokdarwis Barokah menggarap Upacara Adat Gumbrekan Maheso didukung sepenuhnya oleh Kepala Desa Banyubiru yang merupakan wujud syukur peternak kerbau (orang Jawa menyebutnya KEBO). “Tujuan utamanya dalam upaya mengenalkan Desa Banyubiru sebagai ‘Kampung Kebo’ pada wisatawan domestik dan mancanegara,” jelas Danni.
Kades Banyubiru, Dra Kundari MAg, lebih jauh mengatakan bahwa Upacara Adat Gumbrekan Maheso dan Karnaval Kerbau baru pertama kali ini diselenggarakan yang bertempat di tanah lapang Dusun Bulak Pepe milik Perhutani KPH Ngawi. “Sedangkan jumlah ternak yang diikutkan dalam acara Gumbrekan Maheso dan Karnaval Kerbau ini ada 522 kerbau milik dari 65 KK warga Dusun Bulak Pepe dan Dusun Gerdon, Desa Banyubiru. Dari 522 kerbau itu dipelihara menjadi 2 komunal di atas lahan milik Perhutani yang terpisah dari rumah warga. Adapun jumlah bilik kerbaunya kurang lebih 26 bilik. Budaya beternak kerbau ini sudah menjadi tradisi turun-temurun warga sini sejak dulu kala. Dipilihnya ternak kerbau karena mudah pemeliharaannya dan syarat mitos karena kerbau adalah ‘rojokoyo’ yang bisa diajak bekerja di sawah untuk ‘meluku’ dan ‘menggaru’. Kerbau yang dilepas di hutan ini akan pulang sendiri tepat pada waktunya lalu mandi di sungai kemudian memasuki bilik-biliknya dan tidak satu pun kerbau yang salah masuk biliknya,” ujarnya.
Dalam sambutannya, Bupati Ngawi, Budi Sulistyono, mengatakan, Pemkab Ngawi memberi support pada masyarakat Dusun Bulak Pepe dan Dusun Gerdon, Desa Banyubiru, dalam melestarikan dan beternak kerbau yang menjadi tradisi dari jaman nenek-moyangnya dulu. “Kita menghormati warga desa yang meyakini kerbau adalah ternak yang paling penurut. Saya juga berharap masyarakat Dusun Bulak Pepe dan Dusun Gerdon dapat menambah rejekinya dan ini adalah wujud kepedulian Perhutani KPH Ngawi dengan masyarakat tanpa ada maksud yang terselubung dengan memberikan kelonggaran peternak memasuki dan memelihara ternaknya di wilayah Perhutani, dan tentunya wajib bagi masyarakat untuk komitmen menjaga tegalan yang selama ini menjadi penghijauan bagi bumi kita dan yang menjadi pendapatan bagi Perhutani selaku BUMN,” tegas Bupati Budi Sulistyono.
Ony Anwar, Wakil Bupati Ngawi, menambahkan, kerbau yang dulu hanya dipelihara biasa (bahasa Jawa : dingon) mulai dipertunjukkan kepada masyarakat bagaimana ‘Cah Angon’ sesungguhnya, masyarakat dapat menilainya secara nyata di Desa Banyubiru, khususnya di Dusun Bulak Pepe dan Dusun Gerdon. “Saya berharap acara Gumbrekan Maheso ini akan menjadi agenda tahunan yang dikemas secara menarik dan menjadi potensi wisata yang dapat mendatangkan wisatawan domestik dan mancanegara dengan membeli tiket masuk ke acara ini, sehingga akan menambah PAD Ngawi dari sektor pariwisata dan masyarakat dapat berjualan aneka makanan, minuman dan souvenir yang dapat meningkatkan ekonomi kreatif warga Desa Banyubiru dan sekitarnya,” tuturnya. (ADV/Dinas KOMINFO Kabupaten Ngawi/ Prastiwi)