SEJUMLAH PROYEK BESAR DI LOMBOK TENGAH DIDUGA DIMONOPOLI
Ketua Umum Legator Nusantara : Diduga Ada Konspirasi Antara Pejabat Dan Pengusaha
PROGRES atau eskalasi program pembangunan Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah di bidang infrastrtuktur, menyusul pembangunan di sektor lainnya melaju signifikan. Ini merupakan langkah konkrit yang dilakukan Pemkab Lombok Tengah dalam 2 dekade pemerintahan Bupati H M Suhaili FT SH, sekaligus merupakan prestasi yang tidak bisa dilirik sebelah mata dan patut diacungi jempol.
Tidak hanya itu, dalam 2 periode pemerintahannya, Bupati Lombok Tengah berikut semua elemen pemerintah dan masyarakat telah banyak memasukkan investasi di Kabupaten Lombok Tengah dengan mendatangkan investor dalam negeri maupun luar negeri di beberapa sektor, terutama pariwisata di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.

Papan proyek yang tersebar di beberapa titik di Kabupaten Lombok Tengah yang diduga hasil konspirasi dan monopoli.
Namun, fakta di lapangan menyebutkan bahwa di balik prestasi yang berhasil diukir oleh Pemkab Lombok Tenagah itu ternyata berbanding lurus dengan nuansa permainan atau konspirasi antara pejabat dan pengusaha yang sarat dengan nuansa korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Ironisnya, di hampir semua paket proyek bercokol sejumlah anggota dewan dan keluarga dewan.
Buktinya, sejumlah proyek besar di Lombok Tengah diduga dimonopoli. Seperti pembangunan Gelanggang Olah Raga (GOR) senilai Rp 11.173.243.589.20, menyusul proyek pembangunan Pendopo Bupati Lombok Tengah senilai Rp 13.270.116.030.60. Kedua proyek tersebut dikerjakan oleh PT KERINCI JAYA UTAMA (KJU). Berikutnya Proyek pembangunan Puskesmas Penujak senilai Rp 6.661.263.000,- yang dikerjakan oleh CV NURTA KARYA (NK), proyek pembangunan sejumlah 3 unit Kantor Camat yakni Kecamatan Jonggat, Kecamatan Kopang, Kecamatan Pujut senilai Rp 8.226.226.000,- yang dikerjakan CV TOTAL KARYA UTAMA (TKU), proyek pembangunan Air Mancur di Kota Praya senilai Rp 2.626.358.374,- yang dikerjakan CV SINAR JAYA (SJ) – PT BANYU ANUGERAH UTAMA (BAU). Kelima paket proyek tersebut diduga dikerjakan oleh satu orang kontraktor atau rekanan.
Berikutnya, Proyek Rehabilaisi Puskesmas Aik Darek Kecamatan Batukliang senilai Rp 1 milyar lebih dan Proyek Rehabilitasi Puskesmas Aik Mual Kecamatan Praya senilai Rp 1.037.390.000. Kedua proyek tersebut dikerjakan oleh CV LIMBU INDAH (LI). Kemudian sejumlah proyek besar lainnya yang diduga bermasalah baik secara administrasi, spesifikasi teknis, dampak sosial dan aspek hukum.
Pasalnya, proyek pembangunan GOR yang dikerjakan PT KJU saat ini sedang digugat secara hukum oleh PT LINGKAR PERSADA (LP) sebagai penawar terendah dan kasusnya sedang diproses di Polda NTB. Lalu proyek rehabilitasi 2 unit puskesmas yakni Puskesmas Aik Darek dan Aik Mual pengerjaannya diduga tidak sesuai spesifikasi teknis. Demikian disampaikan Ketua Umum Lembaga Koalisi Rakyat Pro Rakyat (LEGATOR) Nusantara, Lalu Banjar Bagus Artha SH, kepada Majalah FAKTA di Kota Praya beberapa waktu lalu.
Birokrasi dan kalangan dunia usaha, menurut Mamik Agus (sapaan akrab Ketum Legator Nusantara) merupakan 2 pilar yang tidak dapat dipisahkan dalam roda pembangunan serta tidak lepas dari industri dan kebijakan politik. Keduanya memang harus bersinergi satu sama lain. Namun realitasnya sering terjadi permainan di dalamnya. “Secara fisik deviasi atau progres pembangunan di Lombok Tengah telah tercapai secara struktur, tetapi secara esensial belum tercapai. Karena, ketika melihat atau masuk ke dalam persoalan yang sesungguhnya maka tidak sedikit terjadi dugaan penyimpangan atau penyelewengan di dalamnya. Hal itu disinyalir bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 1995 tentang larangan persekongkolan dalam tender atau larangan persaingan usaha tidak sehat yang diterbitkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Republik Indonesia”.
Di lingkup Kabupaten Lombok Tengah, lanjut Mamik Agus, tidak ada pemerataan pembangunan dan terjadi iklim kompetisi yang tidak sehat. Artinya, pemerintah setempat mengebiri perusahaan lokal. Pemerintah daerah juga tidak melihat aspek lain di bawahnya, seperti pemberdayaan tenaga lokal. Artinya, pemerintah maupun pengusaha hanya fokus pada target pencapaian secara fisik, tidak melihat pada asas manfaat, asas pemerataan dan asas pemberdayaan. Padahal peraturan daerah (perda) untuk itu telah ada di Lombok Tengah, namun hanya merupakan perda tidur atau perda mati suri.
Wakil Bupati Lombok Tengah, H Lalu Pathul Bahri SIP, menanggapi adanya dugaan konspirasi antara pejabat dan pengusaha dan nuansa monopoli proyek serta tidak adanya persaingan yang sehat di Lombok Tengah, mengatakan bahwa semua itu memerlukan pembuktian dengan menunjukkan data yang akurat. “Dan kalau memang ada temuan yg dapat dipertanggungjawabkan di lapangan, silahkan dilaporkan secara hukum”.
Lalu Pathul Bahri SIP malah mengapresiasi terhadap kemajuan pembangunan di Lombok Tengah. Karena, menurutnya, hal itu perlu proses dan tidak serta merta seperti membalik telapak tangan. “Diperlukan kinerja dan lobi yang alot ke pusat untuk merealisasikan program pembangunan tersebut, serta butuh dukungan penuh dari semua pihak,” tandas Pathul.
Selama 2 periode pemerintahan Bupati Suhaili, sambung Pathul, PAD Lombok Tengah 5 tahun yang lalu hanya Rp 35 milyar dan sekarang sudah mencapai Rp 220 milyar. Sedangkan APBD Lombok Tengah 5 tahun yang lalu sebesar Rp 900 milyar dan sekarang mencapai Rp 2,2 triliun. “Itu artinya ada lonjakan atau peningkatan yang cukup signifikan,” tegas Pathul.
Saat ini Lombok Tengah telah mengajukan proposal ke pusat senilai Rp 6,7 triliun untuk pembangunan jalan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan kawasan ekonomi strategis lainnya. “Dan proposalnya sudah diterima,” katanya.
Toh bukan hanya para LSM maupun kalangan pengusaha lokal yang mempersoalkan masalah itu, ternyata Ketua DPRD Kabupaten Lombok Tengah, M Tauhid, juga mengkritisinya. Menurut M Tauhid, sebelum proses tender proyek dilaksanakan, dia sudah menghimbau kepada pihak eksekutif dalam hal ini pihak Unit Layanan Pengadaan (ULP) barang dan jasa Kabupaten Lombok Tengah supaya memperhatikan pengusaha lokal. Karena pengusaha lokal juga tidak berbeda dari segi performa, SDM dan lainnya. Tetapi pihak ULP mengatakan bahwa pengusaha lokal tidak memiliki alat berat dan tenaga ahli.
Terkait adanya dugaan konspirasi dan monopoli pada sejumlah proyek di Lombok Tengah, M Tauhid mengatakan bahwa dugaan itu memang ada. Maka pihaknya akan segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) yang akan menangani masalah itu.
Kendati pembangunan di Lombok Tengah disinyalir menuai banyak persoalan namun M Tauhid mengapresiasi terhadap kemajuan pembangunan di Lombok Tengah. Karena masalah pembangunan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat, bukan hanya pembangunan fisik tetapi juga pembangunan SDM. ”Mari kita sama-sama menciptakan pemerintahan yang baik (good government) dan pemerintahan yang bersih (clean government) di Gumi Tatas Tuhu Trasna (Tastura),” imbau Tauhid.
Menjawab seputar persoalan itu, Kepala ULP Kabupaten Lombok Tengah, Drs Helmi Qazuaini, kepada FAKTA mengatakan bahwa pihaknya telah bekerja sesuai mekanisme yang telah ditetapkan. Tidak ada intervensi dari pihak mana pun terkait kinerja ULP. Karena semua perusahaan pemenang tender tahun anggaran 2019 ini telah sesuai prosedur serta telah memenuhi kualifikasi, administrasi, teknis dan kemampuan dasar (KD).
Sedangkan Bupati Lombok Tengah, H M Suhaili FT SH, dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Lombok Tengah, Amir Ali, beberapa kali dihubungi FAKTA mengatakan, tidak mau bertemu dengan wartawan. (Amaq)